Bagian terakhir dari thesis saya, nothing special..
BAB V
PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan hasil analisis data dan beberapa saran
terkait penelitian ini. Latar belakang penelitian adalah ketertarikan peneliti
ketika mengamati tuturan anak dua di dalam percakapan. Anak dua tahun menarik
untuk diteliti karena pada umur ini anak mengalami perkembangan pemerolehan
bahasa yang pesat. Pada usia ini, anak usia dua tahun mampu memproduksi tuturan
dengan susunan kata lebih dari satu kata dalam satu kalimat ketika berinteraksi
dengan orang dewasa. Anak usia dua tahun memiliki kemampuan percakapan layaknya
orang dewasa meskipun masih dalam keterbatasan pada tahapan pemerolehan bahasa.
Keterbatasan yang dimaksud yakni keterbatasan dalam artikulasi kata, penguasaan
leksikon, panjang tuturan, dan pemahaman terhadap tuturan mitra tutur. Selain
itu, peneliti juga mendapati keunikan kemampuan percakapan anak usia dua tahun
ketika berada di luar lingkungan keluarga. Anak usia dua tahun mengalami
perkembangan percakapan ketika berada di lingkungan sekolah.
Peneliti menggunakan
metode kualitatif dan studi kasus dengan sumber data tuturan anak usia dua
tahun bernama Dipo Khadra Hardianto. Data diambil selama enam Bulan yakni Juli
hingga Desember 2011 dengan teknik rekam dan catat. Selain itu, digunakan juga
teknik pancing untuk menjelaskan pemahaman anak terhadap tuturan mitra tutur.
Data ditranskrip dan dipilih menjadi 24 data, kemudian dianalisis dan disajikan
dalam bentuk informal.
5.1 Kesimpulan
Anak usia dua tahun di
dalam percakapan memiliki keunikan dari
segi bentuk tuturan, fungsi tuturan di dalam percakapan, dan pemahaman anak
terhadap tuturan orang dewasa. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari
hasil analisis peneliti gambarkan sebagai berikut.
5.1.1 Bentuk Tuturan Anak Usia Dua Tahun
Berdasarkan data penelitian, anak dua tahun belum sempurna dalam
beberapa pengucapan bunyi konsonan, yakni fonem /r/, fonem /n/ dan gugus
konsonan. Anak usia dua tahun sudah menguasai kelas kata nomina, verba,
adejektiva, preposisi, pronominal, numeria, adverbial, dan kata seru. Panjang
tuturan dalam bentuk tuturan dua tahun meliputi kalimat satu atau dua kata,
kalimat tiga kata atau lebih. Selain itu, anak usia dua tahun juga mampu
memproduksi kalimat interogatif baik dengan kata tanya ataupun tidak. Bentuk
kalimat imperatif berupa larangan, perintah, dan himbauan.
Pada tahapan pemerolehan makna, anak dua tahun mengalami tahap
generalisasi berlebih. Pada tahap ini,
anak memaknai segala bentuk yang
dia lihat dan pahamahi untuk pertama kali sama halnya untuk benda atau benda
lain yang dia lihat berikutnya.
Dari segi pragmatik, anak dua tahun menguasai dua jenis tindak tutur
yakni tindak tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal.
Dari data penelitian, tuturan anak usia dua tahun masih bersifat natural, disampaikan
secara literal dimana tidak ada makna lain dari kata- kata yang menyusun
tuturannya.
Sementara itu, peneliti juga mendapatkan campur kode antara bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa pada tuturan anak usia dua tahun. Campur kode ini
dimungkinkan karena anak hidup didalam keluarga bilingual.
5.1.2 Kemampuan Fungsi
Tuturan Anak Usia Dua Tahun di dalam Percakapan
Kemampuan tuturan anak
di dalam percakapan seperti halnya orang dewasa. Anak sudah memahami pola gilir
dan prinsip kerjasama di dalam percakapan. Beberapa fungsi tuturan juga telah
dikuasai, baik pada giliran pembuka atau pada giliran reaksi tuturan. Pada
tuturan pembuka, anak sudah mampu menginisiasi topik pembicaraan dengan
berbagai bentuk, yakni dengan bertanya, mencari perhatian, meminta atau
menyuruh, dan memberikan informasi kepada mitra tutur. Selebihnya, anak telah
mampu menguasai fungsi tuturan pada giliran percakapan antara lain: menerima
tawaran, menolak tawaran, menerima perintah, menolak perintah, menyutujui
pernyataan, menyangkal pernyataan, dan menjawab pertanyaan.
5.1.3 Pemahaman Anak Usia
Tahun terhadap Tuturan Mitra Tutur di dalam Percakapan
Peneliti menyimpulkan
ada dua indikasi untuk mengetahui anak paham terhadap tuturan mitra tutur,
yakni interaksi tanya jawab dimana jawab dan reaksi non verbal yang merupakan
respon dari tuturan mitra tutur. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi anak untuk memahami tuturan orang dewasa, yaitu faktor internal
berupa keterbatasan dalam tahapan pemerolehan bahasa dan faktor eksternal
seperti tuturan mitra tutur yang terlalu cepat atau anak tidak memperhatikan.
Dalam hal ini, anak
usia tahun memiliki dua strategi ketika mereka tidak memahami tuturan orang
dewasa, strategi pertama yakni dengan bertanya kembali menggunakan kalimat
tanya dan strategi kedua adalah partikel Heh?
dan Hah? dengan maksud meminta
mitra tutur untuk mengulang atau menjelaskan maksud dari pernyataannya.
5.2 Saran
Sudah banyak penelitian
tentang pemerolehan bahasa pada anak usia dua tahun. Untuk itulah penelitian
pemerolehan bahasa baik pada anak usia dua tahun maupun usia lainnya perlu
diperluas, seperti membandingkan pemerolehan bahasa pada dua anak dengan bahasa
yang berbeda. Penelitian ini juga bersifat kualitatif, penelitian juga dapat
dikembangkan dengan menghitung secara kuantitatif kemampuan tuturan anak di
dalam percakapan.
Selain itu, dari data
yang diperoleh, peneliti mendapati adanya perkembangan kemampuan anak untuk
membaca. D misalnya, berawal dari mengeja kemudian mengeja dengan gambar hingga
mampu membaca pada umur tiga tahun. Tahapannya secara sederhana yakni D belajar
mengahafal bentuk- bentuk alphabet, kemudian D mampu mengeja- eja tulisan.
Sebelum mampu membaca dan mengeja dengan benar, D mengeja huruf kemudian
membacanya seperti bentuk atau gambar yang tertera pada huruf tersebut.
Misalnya, ketika Papa Dipo menggunakan kaos bergambar buaya dan terdapat
tulisan black jack, D dengan lancar
mengeja be- el- a- ce- ka- je- a- ce- ka
bacanya buaya. Atau ketika melihat tulisan ATM BCA namun dibaca ambil
uang. Perkembangan kemampuan pemerolehan minat baca juga menarik untuk
dikembangkan lebih lanjut terutama bagi linguistik terapan.
Sementara itu,
penelitian dalam pemahaman bahasa belum banyak dilakukan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Hal ini karena beberapa metode untuk mengukur kemampuan
pemahaman bahasa dirasa sulit untuk dilakukan dan membutuhkan waktu penelitian
yang lama untuk menghitung perkembangan komprehensi bahasa. Dengan adanya
metode- metode baku seperti Mac Arthur
Communicatiove Development Inventories dapat
membantu mengembangkan penelitian komprehensi bahasa anak dengan subjek anak
berbahasa Indonesia.